Satelit The Infrared Astronomical Satellite (IRAS) diluncurkan ke orbit
kutub setinggi 560 mil pada Selasa malam dari Pangkalan Udara
Vandenberg, Kalifornia. Peluncuran itu mewakili kerja sama $80 juta
antara Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda. Dalam waktu enam hingga
tujuh bulan ke depan, teleskop tersebut diharapkan akan melakuan survey
luas pada hampir seluruh langit, mendeteksi sumber-sumber sinar yang tak
biasa, namun dari pancaran sinar infra merah, yang tak tampak dengan
mata telanjang dan kebanyakan diserap oleh atmosfer. Para ilmuwan
berharap teleskop baru itu akan memetakan ribuan benda ruang angkasa
yang memancarkan sinar infra merah yang telah terlewat tak
terdeteksi--bintang, awan interstellar, asteroid dan, kalau beruntung,
obyek yang menarik-narik planet Uranus dan planet Neptunus.
Terakhir kali pencarian di langit yang serius dilakukan, hal itu membawa
pada penemuan Planet Pluto pada 1930. Namun ceritanya dimulai lebih
dari seabad sebelumnya, setelah diketemukannya planet Uranus pada 1781
oleh seorang astronomer sekaligus musisi Inggris William Herschel.
Hingga saat itu, sistem perbintangan sepertinya berhenti di Saturnus.
Kala para astronomer mengamati Uranus, memperhatikan adanya
ketidaktentuan dalam jalur orbitnya, banyak yang berspekulasi bahwa
mereka tengah menyaksikan tarikan gravitasi dari planet yang tak
dikenal. Maka dimulailah pencarian planet tersebut yang pertama kali
berdasarkan prediksi-prediksi para astronomer, yang berakhir pada tahun
180an dengan ditemukannya planet Neptunus hampir secara bersamaan oleh
para astronomer Inggris, Perancis, dan Jerman.
Namun planet Neptunus tak cukup masif untuk bertanggung jawab sepenuhnya
atas prilaku orbit Uranus. Sungguh, Neptunus sendiri sepertinya
dipengaruhi oleh planet yang masih lebih jauh lagi. Di akhir abad ke-19,
dua astronomer Amerika, William H. Pickering dan Percival Lowell,
memprediksi ukuran serta lokasi kira-kira benda ruang angkasa
trans-Neptunus, yang Lowell sebut Planet X.
Bertahun-tahun kemudian, Pluto terdeteksi oleh Clyde W. Tombaugh yang
sedang bekerja di Lowell Observatory di Arizona. Namun beberapa
astronomer menduga planet tersebut mungkin bukan Planet X yang telah
diprediksi. Pengamatan-pengamatan selanjutnya membuktikan bahwa mereka
benar. Pluto terlalu kecil untuk dapat merubah orbit-orbit planet Uranus
dan Neptnusu; gabungan massa Pluto serta satelitnya yang baru
ditemukan, Charon, hanya 1/5 massa bulannya Bumi.
Perhitungan-perhitungan terkini oleh Observatorium Angkatan Laut AS
mngonfirmasi gangguan orbit pada planet Uranus dan planet Neptune, yang
menurut Dr. Thomas C. Van Flandern, seorang astronomer di observatorium
tersebut, dapat dijelaskan sebagai akibat dari “satu buah planet yang
belum ditemukan.” Ia dan koleganya, Dr. Robert Harrington, menghitung
bahwa planet ke-10 itu seharusnya dua hingga lima kali lebih besar dari
pada bumi serta memiliki orbit yang sangat lonjong yang menempuh jarak
sekitar 5 milyar mil di luar Pluto - hampir-hampir tak bertetanggan
namun masih dalam pengaruh gravitasi matahari.
Beberapa astronomer bereaksi sangat berhati-hati terhadap
prediksi-prediksi tentang planet ke-10 itu. Mereka ingat akan akan
pencarian yang lama dan sia-sia terhadap planet Vulcan yang berada di
dalam orbit planet Merkurius, yang ternyata tak ada. Mereka
bertanya-tanya mengapa benda sebesar planet ke-10 dapat luput dari
survey mendetil Tombaugh, yang merasa yakin bahwa planet itu tak berada
dalam dua pertiganya langit yang ia teliti. Namun menurut to Dr. Ray T.
Reynolds dari Ames Research Center di Mountain View, CA, para astronomer
lainnya "merasa begitu yakin akan keberadaan planet ke-10 tersebut,
sehingga tak ada lagi yang tersisa kecuali menamainya."
Dalam pertemuan ilmiah musim panas lalu, para partisan planet ke-10
datang meramaikan. penjelasan-penjelasan alternatif tentang
gangguan-gangguan pada orbit planet-planet di bagian luar tata surya ini
pun ditawarkan. Sesuatu di luar sana, kata beberapa ilmuwan, bisa jadi
sebuah lubang hitam yang tak terlihat atau bintang neutron yang lewat
dekat matahari. Para pembela planet ke-10 membagi saran-saran itu.
Bahan-bahan pembicaraanpun terfokus pada medan gravitasi sebuah lubang
hitam, yang tetap saja merupakan sebuah bintang besar setelah kolaps
gravitasinya komplit,
seharunya memberi sinar-sinar x yang dapat dideteksi, yang mereka
perhatikan; tapi tak terdeteksi adanya sinar-sinar X. Sebuah bintang
neutron, bintang yang lebih kecil yang telah kolaps menjadi kondisi yang
sangat padat, seharusnya mempengaruhi jalur-jalur komet, kata mereka,
namun tak ada perubahan-perubahan semacam itu dalam pengamatan mereka.
Semakin besar keyakinan yang ditimpakan pada hipotesa bahwa sebuah
bintang "brown dwarf" bertanggung jawab atas kekuatan misterius itu.
Inilah nama tak resmi yang diberikan oleh para astronomer terhadap
benda-benda angkasa yang tak cukup besar untuk dapat menyalakan
pemanas-pemanas termonuklis planet mereka, mungkin seperti planet
Jupiter raksasa, bintang yang tak memancarkan cahaya sendiri.
Kebanyakan bintang berpasangan, jadi tidaklah tidak masuk akal untuk
menduga bahwa matahari memiliki rekanan yang redup. Terlebih lagi,
sebuah brown dwarf dalam lingkungan ini mungkin tak memantulkan cukup
cahaya untuk terlihat hingga di kejauhan, ujar Dr. John Anderson dari
Jet Propulsion Laboratory diPasadena, CA. Namun gaya-gaya gravitasinya
seharusnya menghasilkan energi yang dapat terdeteksi oleh Infrared
Astronomical Satellite.
Apapun kekuatan misterius itu, apakah itu brown dwarf atau sebuah planet
besar, Dr. Anderson mengatakan ia "cukup optimis" bahwa teleskop akan
menemukannya dan bahwa pesawat ruang angkasa Pioneer dapat memberi tahu
tentang estimasi massa benda ruang angkasa tersebut. Tentu saja, tak ada
yang bisa pasti bahwa bahkan penemuan ini bisa menentukan perbatasan
terluar dari tata surya ini.
Berita tentang planet X di beberapa media di luar negri.
U.S. News and World Report, September 10, 1984
Planet X — Is It Really Out There?
Terselubungi oleh sinar-sinar matahari, yang secara misterius
menarik-nariki orbit planet Uranus dan Neptunus, adalah sebuah kekuatan
tak terlihat yang dicurigai para astronomer sebagai Planet X - penghuni
ke-10 di lingkungan tetangga ruang angkasa bumi .
Tahun lalu, satelit infrared astronomical satelit (IRAS), yang mengorbit
di lingkar kutub, 560 mil tingginya dari bumi, mendeteksi panas dari
sebuah benda ruang angkasa yang jauhnya sekitar 50 milyar mil yang
sekarang tengah menjadi spekulasi panas.
“Yang bisa saya katakan adalah bahwa kami belum tahu apa itu," ujar
Gerry Neugenbaur, direktur Palomar Observatory untuk California
Instititute of Technology. Para ilmuwan sangat berharap bahwa perjalanan
satu arah pesawat-pesawat ruang angkasa Pioneer 10 dan 11 akan dapat
membantu menemukan lokasi benda ruang angkasa tak bernama itu.
Beberapa astronomer mengatakan bahwa benda yang memancarkan panas itu
terlihat sebagai bintang kolaps yang tak terlihat atau mungkin sebuah
"brown dwarf" - sebuah protostar yang tak pernah cukup panas untuk
menjadi bintang. Namun, semakin banyak saja astronomer yang sangat yakin
bahwa benda itu bukalah bintang, melainkan kumpulan massa bergas yang
perlahan-lahan berkembang menjadi planet.
Selama berdekade-dekade, para astronomer telah memperhatikan bahwa
orbit-orbit dari dua planet besar yang jauh — Neptune dan Uranus — agak
menyimpang dari apa yang seharusnya menuruti hukum-hukum fisika. Tarikan
gravitasi dari Planet X akan menjelaskan penyimpangan itu. Terlebih
lagi, kata Neugebaur, "jika kami dapat menunjukkan bahwa tata surya kita
sendiri masih menciptakan planet-planet, maka kami akan tahu bahwa hal
itu sedang terjadi pada bintang-bintang lagi pula." Lain kali para
penolak Planet X menyemburkan kata-kata, "Hmh, kalau Planet X memang
benar-benar ada, pemerintah kita pasti sudah memberi tahu kita
tentangnya," Anda bisa menjambaknya.
0 komentar:
Posting Komentar