Apa itu gunung? Berdasarkan
definisi umum gunung adalah bagian permukaan Bumi yang lebih tinggi dari daerah
sekitarnya. Implikasi dari definisi ini adalah gunung dapat terletak dimana
saja. Namun, dalam ilmu kebumian, letak gunung mempunyai aturan mainnya sendiri.
Gunung pada umumnya hanya berada di perbatasan lempeng yang saling bergerak.
Dalam ilmu kebumian dikenal
teori tektonik lempeng. Menurut teori ini, Bumi terdiri atas lempeng-lempeng
yang terus bergerak (gambar 1a). Lempeng merupakan gabungan dari dua lapisan
kulit Bumi. Bumi, seperti yang terlihat pada gambar 1b di bawah, terdiri dari
lapisan inti (core), mantel (mantle) dan kerak (crust).
Gambar 1a) Lempeng-lempeng Bumi, warna merah menunjukkan
jalur pegunungan dan gunung api
Gambar 1b) Struktur bagian dalam Bumi
Inti Bumi terbagi menjadi
inti dalam yang berupa besi padat dan inti luar yang cair. Temperatur pada inti
diperkirakan sebesar 4300°C dengan kedalaman 2900-5200 km. Di atasnya terdapat
lapisan mantel yang terletak pada kedalaman sekitar 2900 km, yang temperaturnya
berkisar antara 1000-3700°C. Lapisan ini juga bersifat cair namun lebih kental
daripada inti luar. Pada lapisan mantel terjadi arus konveksi yang menggerakkan
kerak di atasnya.
Di bagian terluar Bumi
terdapat lapisan kerak yang relatif dingin, padat, dan tipis (paling tebal 30
km). Kerak terbagi lagi menjadi kerak benua dan kerak samudera. Densitas kerak
samudera lebih tinggi dibandingkan kerak benua. Akan tetapi, kerak benua relatif lebih tebah
dibandingkan kerak samudera. Mantel bagian atas dan kerak inilah yang membentuk
lempeng.
Di Bumi terdapat sekitar 5
lempeng besar dan beberapa lempeng kecil. Kelima lempeng besar tersebut adalah
Lempeng Pasifik, Lempeng Afrika, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan
Lempeng Antartika. Lempeng-lempeng tersebut sepanjang tahun terus bergerak dan
berinteraksi di perbatasannya. Interaksi ini dapat berupa interaksi konvergen,
divergen atau persinggungan (transform).
Pada interaksi konvergen,
terjadi tabrakan antar lempeng dan kemudian salah satu lempeng menunjam
(membenam) ke bawah lempeng lainnya. Jika tabrakan terjadi di laut, akan
terbentuk palung pada sepanjang batas antara kedua lempeng. Lempeng yang
menunjam adalah lempeng yang lebih berat (densitasnya lebih tinggi), yang
biasanya adalah lempeng samudra. Ketika mencapai mantel, lempeng yang menunjam
ini mengalami pelelehan sebagian (partial melting). Lelehan lempeng ini
merupakan bahan baku magma.
Pada interaksi divergen yang
umumnya terjadi di tengah dasar samudera, lempeng-lempeng saling memisah akibat
dorongan material magma dari dalam mantel. Magma yang mendorong lempeng sebagian
muncul ke permukaan, membeku dan menghasilkan lempeng baru. Batas antar lempeng
dalam interaksi divergen, ditandai dengan adanya punggungan tengah samudera
(mid-oceanic ridge). Punggungan ini sebenarnya adalah rangkaian gunung
api tempat keluarnya magma yang membentuk lempeng baru. Namun gunung-gunung api
ini relatif tidak berbahaya karena jauh dari permukiman manusia.
Sedangkan pada interaksi
persinggungan, lempeng-lempeng saling bergesekan tanpa membentuk pemekaran
maupun penunjaman. Tidak terjadi pelelehan lempeng lama maupun pemunculan
lempeng baru.
Dalam interaksi konvergen
dan persinggungan, lempeng-lempeng saling bertabrakan atau bergesekan. Tabrakan
dan gesekan ini menimbulkan tegangan pada kedua lempeng, mirip dengan yang
terjadi pada sepotong penggaris besi yang tegang karena dibengkokkan. Jika
penggaris besi itu kembali ke posisi semula, akan terjadi getaran disertai bunyi
yang cukup keras.
Jika dibawa ke dalam konteks
Bumi, salah satu lempeng akan dibengkokkan oleh desakan lempeng lain. Jika
lempeng yang bengkok tersebut kembali ke posisi semula, akan timbul getaran yang
dirasakan manusia sebagai gempa Bumi tektonik, disertai patahnya lempeng
tersebut. Kuat lemahnya getaran gempa tersebut antara lain bergantung pada
kedalaman terjadinya patahan, atau dengan kata lain kedalaman pusat gempa.
Selain patah, tabrakan dan gesekan juga memunculkan retakan/rekahan, terutama
pada bagian tepi masing-masing lempeng.
Rekahan yang timbul akan
menjadi saluran lewatnya magma dari dalam mantel. Magma kemudian keluar ke
permukaan, membeku, terkumpul dan tertimbun membentuk gunung api. Inilah salah
satu mekanisme terbentuknya gunung di batas lempeng. Mekanisme lain adalah
bagian lempeng yang tidak terbenam terlipat atau menggumpal ke atas membentuk
tonjolan pegunungan. Kondisi ini mirip dengan kejadian karpet yang terlipat ke
atas ketika tepinya ”menabrak” dinding atau lemari.
Gunung yang terbentuk di
batas lempeng konvergen terbagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe himalaya, tipe
busur vulkanik dan tipe busur kepulauan.
Tipe Himalaya merupakan
rangkaian pegunungan yang terbentuk akibat tumbukan lempeng benua dengan lempeng
benua. Salah satu lempeng terlipat, dan menonjol ke atas. Lempeng benua yang
lain menunjam ke bawah. Karena ketebalannya, lempeng benua meleleh pada
kedalaman yang cukup besar. Magma yang terbentuk dengan demikian
sangat dalam, sehingga tidak mampu mencapai permukaan. Contoh tipe ini adalah
Pegunungan Himalaya.
Gambar 2a) Pegunungan tipe Himalaya
Tipe busur vulkanik adalah
rangkaian gunung api yang terbentuk akibat tumbukan lempeng samudera dengan
benua. Lempeng samudera menunjam ke bawah lempeng benua. Karena relatif tipis,
lempeng samudera meleleh pada kedalaman dangkal. Magma yang dihasilkannya dengan
begitu lebih mudah muncul ke permukaan. Contoh tipe ini adalah pegunungan di
selatan Pulau Jawa.
Gambar 2b) Pegunungan tipe busur
vulkanik
Tipe busur kepulauan adalah
deretan gunung api yang membentuk kepulauan. Contoh tipe ini adalah kepulauan di
sebelah barat daya Pulau Sumatera. Pembentukan busur kepulauan mirip dengan tipe
busur vulkanik. Bedanya, kedua lempeng yang bertumbukan pada tipe ini adalah
lempeng samudera.
Gambar 2c) Pegunungan tipe busur
kepulauan
Berdasarkan uraian di atas,
tampak bahwa gunung pada umumnya terbentuk dan berada di daerah batas antar
lempeng yang terus bergerak, khususnya di batas interaksi konvergen dan
divergen. Pada batas interaksi konvergen (tipe himalaya, busur vulkanik dan
busur kepulauan), gunung-gunung tersebut mampu meredam guncangan akibat tabrakan
antar lempeng. Kemampuan ini muncul karena gunung memiliki massa dan ketebalan
yang sangat besar.
Kemampuan gunung tersebut
lebih dibutuhkan lagi di daerah busur vulkanik dan kepulauan seperti Indonesia.
Sebagaimana telah disinggung di atas, lempeng yang menunjam pada kedua tipe
tersebut umumnya tipis. Karena tipis, selain lebih mudah meleleh, lempeng juga
lebih mudah patah pada kedalaman dangkal. Akibatnya, Di daerah-daerah tersebut,
pusat-pusat gempa umumnya dangkal (kedalaman <33 km) sehingga energi
guncangannya relatif besar dan sangat membahayakan kehidupan manusia.
Oleh karena itu, daerah
pegunungan (apalagi di daerah kepulauan seperti Indonesia) adalah daerah yang
berbahaya untuk dijadikan permukiman. Tempat yang relatif aman adalah daerah di
balik gunung, yang jauh dari zona interaksi antar lempeng. Meskipun terjadi
guncangan, kekuatannya sudah jauh berkurang karena teredam oleh oleh gunung
tersebut.
Di luar batas lempeng
konvergen maupun divergen, gunung api sebenarnya juga muncul di sejumlah lokasi
lain. Lokasi-lokasi tersebut tidak terletak di batas lempeng manapun, malahan
berada di di tengah-tengah lempeng. Contohnya adalah di jantung benua Afrika,
atau di rangkaian Kepulauan Hawaii. Gunung-gunung api di sana dekat dengan
wilayah permukiman manusia, namun jauh dari batas lempeng apapun (konvergen,
divergen, atau persinggungan). Karena jauh dari batas lempeng, gunung-gunung
tersebut sama sekali tidak berfungsi meredam guncangan.
Gunung-gunung di jantung
Afrika maupun Kepulauan Hawaii muncul sebagai akibat fenomena hotspot.
Terdapat l.k. 40 titik hotspot di seluruh permukaan Bumi. Salah satu
teori yang berkembang menyebutkan bahwa hotspot muncul karena adanya
saluran sempit yang meloloskan material panas dari perbatasan inti bumi dan
mantel. Teori lain menjelaskan bahwa hotspot tidak lain terjadi karena
aliran konveksi material mantel, aliran yang juga menyebabkan pergerakan
lempeng. Sampai saat ini para ilmuwan belum bisa sepenuhnya menjelaskan fenomena
ini. Wallahu A’lam.
0 komentar:
Posting Komentar